KSF 20: Kualitas Layanan Mahasiswa di Masa Pandemi Covid-19

Knowledge Sharing Forum (KSF) Universitas Terbuka tahun 2021 telah masuk ke sesi 20. KSF ke-20 yang dilaksanakan secara virtual melalui platform Microsoft Teams dan Youtube UT TV mengangkat topik dengan berbagai tema “Quality Student Service During Covid-19 Outbreak”- Kualitas Layanan Mahasiswa di Masa Pandemi Covid-19, Kamis (17/06/2021). Pada kesempatan KSF ke-20, menghadirkan tiga narasumber yaitu Torunn Gjelsvik (Secretary General of International Council for Open and Distance Education (ICDE), Prof. Tian Belawati, M.Ed., Ph.D (Universitas Terbuka) dan Dr. Souma Alhaj Ali (Director Excelence and Governance Hamdan Bin Mohammed Smart University, Dubai, UAE), serta dimoderatori oleh Dra. Suci Madiarti Isman, M.A., Ph.D.

Dalam sambutannya, Rektor UT menyampaikan rasa terima kasih atas kesempatan para narasumber yang dapat bergabung dalam webinar KSF ke-20 untuk bertukar pikiran dan membagikan informasi kepada khalayak. Rektor UT menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 mengubah semua tatanan di dunia termasuk bidang pendidikan. Covid-19 menjadi sebuah tantangan sekaligus kesempatan bagi UT untuk meningkatkan fasilitas pembelajaran yang telah dimiliki. Rektor UT menambahkan bahwa UT merupakan pionir dalam pelaksanaan pendidikan jarak jauh (PJJ) di Indonesia. Dalam menghadapi pandemi Covid-19, UT melakukan terobosan dengan menyelenggarakan ujian yang disebut Take Home Exam dimana ujian dapat dilaksanakan tanpa harus datang ke kantor UPBJJ-UT, sehingga mengurangi interaksi langsung dan mencegah penularan virus Covid-19.

Pembicara pertama, Torunn Gjelsvik, menyampaikan bahwa sebanyak 330 peserta dan mitra yang tergabung dalam ICDE yang tersebar di 70 negara. Ia menyampaikan bahwa pendidikan jarak jauh darurat dilakukan karena tidak dapat terselenggaranya pendidikan tatap muka. Dalam menghadapi pandemi Covid-19, berbagai institusi saling bahu membahu dalam membantu terselenggaranya pendidikan termasuk pemerintah, UNESCO, World Bank, NGOs, dan sebagainya dalam menyediakan servis dan teknologi secara gratis. Menurutnya, hal yang dibutuhkan oleh pelajar dan guru adalah rasa empati, emosional menjadi peran utama dalam penyelenggaraan pembelajaran daring sehingga PJJ dapat terselenggara tanpa hambatan. Ia telah melakukan riset pada para pelajar dan hasilnya menunjukkan bahwa tiga hal teratas yang dirindukan oleh pelajar adalah teman (interaksi sosial), interaksi langsung dengan pengajar dan berpartisipasi aktif di organisasi atau unit kegiatan mahasiswa. 

Narasumber kedua yaitu Prof. Tian menyampaikan bahwa sistem belajar di UT yaitu belajar mandiri bukan belajar sendiri, oleh karena itu jaminan kualitas sebagai inti dalam manajemen UT. Materi pembelajaran UT dikemas secara cetak maupun digital. Mahasiswa dapat melakukan praktikum dengan dry lab, melalui tutorial tatap muka maupun online tutorial yang didukung dengan UT-TV, UT Radio, dan perpustakaan digital. Mahasiswa juga dilayani dengan layanan konseling secara per pribadi, media sosial, atau contact center.

Menurut Prof. Tian, terjadi peningkatan tren jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah secara daring dari 83.444 mahasiswa menjadi 482.449 mahasiswa. Peningkatan juga terjadi pada penggunaan online mode dari 30% menjadi 75% dalam online tutorial. Pada layanan mahasiswa juga terjadi peningkatan khususnya terjadi di contact center Halo-UT sebanyak 848%.

Narasumber ketiga, Dr. Souma Alhaj Ali, fokus pada peran layanan pendukung bagi mahasiswa. Layanan pendukung dalam pelaksanaan e-learning harus didesain sesuai dengan pedagogi, aspek teknis dan administrasi yang dapat mempengaruhi proses belajar mengajar. Mahasiswa juga diharuskan mendapatkan layanan pendukung yang memungkinkan untuk berinteraksi langsung dengan tutor, mentor, konselor, pustakawan, staf teknisi dan tim penasehat. Jika hal ini terpenuhi, ekspektasi mahasiswa dalam menimba ilmu dapat dikelola. Souma menambahkan bahwa universitas harus memiliki sejumlah staf pendukung yang cukup. Dengan kualifikasi deskripsi pekerjaan yang jelas dan dilengkapi dengan akses ke informasi yang diperlukan, diberikan pelatihan dan pengembangan diri bagi staf pendukung, dan pembagian pekerjaan harus dikelola dengan baik.